Rabu, 10 Februari 2010

Jenis Lobster Air Tawar Yang Kuat

Menekuni hobi memelihara anjing atau kucing itu sudah biasa. Namun, tidak demikian halnya dengan memelihara lobster hias.

Boleh dibilang belum banyak orang yang menekuni hobi yang satu itu. Cuncun Setiawan mungkin satu dari sedikit orang yang gemar memelihara lobster hias.

Sebelum jatuh cinta pada lobster hias, Cuncun memiliki hobi memelihara ikan hias. Kalaupun dia memelihara lobster air tawar (LAT), hewan itu hanya dijadikan pemanis akuarium.

Namun, lama-kelamaan, pria 31 tahun itu menyukai lobster dan giat mencari tahu segala hal mengenai hewan tersebut.

Dari hasil eksplorasinya, Cuncun menemukan bahwa ada ratusan jenis lobster di dunia dan beberapa spesies terbaik LAT terdapat di Papua, Indonesia.

Pada mulanya, Cuncun mendapatkan lobster dari seorang temannya di Australia, selanjutnya dia mencari bibit lobster dari Papua.

Pria yang memiliki satu orang anak itu mulai jatuh cinta pada lobster sejak 2002. Menurutnya, pada awalnya tidaklah mudah membudidayakan hewan yang merupakan sepupu udang itu.

“Saya mencoba berbagai macam cara. Mulai dari pembesaran lobster di akuarium, kolam semen, jaring terapung, kolam tanah, dan sebagainya untuk mencari jalan bagaimana membesarkan lobster air tawar semaksimal dan secepat mungkin,” ujar Cuncun.

Namun, akhirnya kegigihan Cuncun untuk membesarkan lobster-lobster itu berbuah hasil yang manis.

Pria kelahiran 8 Februari 1978 itu saat ini telah memiliki 60 kolam yang didirikan di atas lahan seluas 4.000 meter persegi di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan.

Hingga saat ini, Cuncun memiliki puluhan ribu ekor lobster yang dia budi dayakan sendiri.


Gerakan Anggun

Cuncun mengakui dirinya jatuh hati pada lobster karena gerakan hewan itu. “Gerakan lobster yang lambat di dasar kolam, menurut saya, sangat anggun dan menarik,” ujarnya.

Dia menambahkan meskipun antara lobster yang satu dan lobster lainnya memiliki kesamaan wajah, hewan itu tetap memunyai keunikan lain, yaitu bisa menumbuhkan kembali bagian tubuh yang hilang. Bagian tubuh yang dimaksud antara lain ialah capit dan kumis.

Ketertarikan terhadap lobster juga ditunjukkan Supendi, 38 tahun. Pria yang akrab dipanggil Pendi itu memulai hobi memelihara lobster sejak enam tahun lalu. Awalnya, Pendi hanya memelihara tiga sampai empat spesies lobster.

Masing-masing spesies terdiri dari delapan ekor. Namun, karena perkembangan masing-masing spesies berbeda-beda, Pendi akhirnya memutuskan untuk fokus memelihara satu spesies saja, yakni red claw yang perawatannya paling mudah.

“Karena jenis-jenis yang lain itu mudah stres,” ujar Pendi yang tinggal di bilangan Jakarta Selatan itu.

Lobster red claw asal Australia yang dipeliharanya itu memiliki ciri tubuh berwarna kebiru-biruan, dan kalau sudah besar lobster bisa dikonsumsi.

Kini, hewan piaraan Pendi jumlahnya telah mencapai ratusan ekor. Hewan-hewan itu tidak hanya dijadikan pemuas hobi, tetapi juga ladang bisnis yang menguntungkan.

Pendi bahkan kerap kewalahan menerima pesanan lobster dari berbagai tempat. Pasalnya, permintaan yang banyak sering kali tidak bisa dia penuhi akibat keterbatasan tempat pemeliharaan.

Dalam membudidayakan lobster, tempat memang termasuk faktor yang cukup krusial. Dibutuhkan kolam yang cukup luas untuk mencegah tingginya tingkat kepadatan lobster dalam satu kolam.

Cuncun menjelaskan apabila ada lobster yang tengah ganti kulit, lobster itu biasanya menanggalkan kulit kerasnya.

Lobster untuk sementara waktu hidup tanpa kulit, serupa dengan daging yang berjalan.

Butuh waktu satu hingga dua hari untuk mengeraskan kembali kulit lobster.

Ketika populasi dalam kolam terlalu padat, lobster tanpa kulit itu akan menjadi santapan empuk lobster-lobster lainnya yang ada di kolam.

Untuk menyiasati keterbatasan tempat dan tidak terjadi kanibalisme antarlobster, Cuncun menyarankan agar para pemelihara lobster menyediakan tempat-tempat persembunyian bagi lobster dalam suatu wadah. Bentuknya, kata Cuncun, bisa berupa “apartemen” atau akuarium bertingkat.

Sebagai hewan omnivora, selain memakan daging, lobster menyukai tumbuh-tumbuhan.

Sekarang ini sudah banyak tersedia makanan lobster dalam bentuk pelet seperti halnya pada ikan.

Dalam memelihara lobster, terdapat sedikit perbedaan antara lobster hias dan lobster konsumsi.

Air di tempat pemeliharaan lobster hias harus lebih sering difilter, dan tiga hari sekali air mesti disedot. Untuk lobster konsumsi, hewan itu biasanya ditempatkan di kolam tanah atau kolam semen.

Pada kolam yang dasarnya tanah biasanya diberi bakteri pengurai yang berfungsi untuk menguraikan kotoran lobster.

Salah satu kelemahan dari pemeliharaan lobster konsumsi ialah air kolam mudah menjadi jenuh dan tidak jernih sehingga tampilan lobster pun tidak menarik untuk dilihat.

Untuk mencapai bobot badan 100 gram, seekor lobster membutuhkan waktu delapan bulan.

Sedangkan bobot tubuh 200 gram bisa dicapai dalam waktu 10 bulan. Untuk lobster hias, hewan berumur dua bulan biasanya memiliki ukuran tubuh dua inci.

Cuncun menganggap hobi memelihara lobster berpotensi untuk dikembangkan menjadi ladang usaha. Di pasaran, lobster hias memiliki nilai jual yang tinggi.

Harga lobster hias berukuran dua inci per ekornya mencapai 15 ribu hingga 25 ribu rupiah. Umumnya, dari sepasang lobster bisa dihasilkan 400 sampai 1.000 ekor anak lobster.

Menurut Cuncun, lobster merupakan hewan yang tahan banting. Ketika hendak dikirim ke luar kota, hewan itu bisa tahan selama dua hari dalam kemasan kering. Ketahanan lobster dipengaruhi oleh kemampuannya untuk menutup insang ketika berada di darat.

Ketika lobster keluar dari air, otomatis hewan itu akan menutup insangnya yang biasa digunakan sebagai alat pernapasan ketika berada di dalam air.










Sumber: http://www.lobsterairtawar.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
www.Indo-pages.blogspot.com