Sabtu, 20 Maret 2010

Membuat Bibit Dari Biji Buah

Dulu kita dibiasakan untuk dekat dengan alam. Kita terbiasa bermain di alam bebas. Kita berlarian di antara rimbun pepohonan. Seringkali masa kecil saya diisi dengan permainan perang-perangan di antara lebatnya pohon dan tanaman di kebun. Tapi sekarang semuanya itu tinggal kenang-kenangan. Anak-anak kita lebih senang berada di depan komputer ketimbang di bawah pohon. Anak-anak kita juga lebih senang berada di mal ketimbang di kebun. Zaman memang sudah berubah.Sejak masih di bangku sekolah dulu, saya sudah belajar tentang manfaat pohon bagi kehidupan, saya yakin Anda juga diajarkan hal yang sama. Tapi apakah pengetahuan itu membuat kita semakin menghargai pohon ? Tampaknya tidak. Ketika generasi seusia saya bertumbuh menjadi dewasa, tampaknya pengetahuan tentang manfaat pohon itu tidak berbekas sama sekali. Generasi saya yang sekarang menjadi pejabat tampaknya ringan-ringan saja mengeluarkan ijin untuk membabat hutan dengan dalih pembangunan sekalipun. Generasi saya yang sekarang menjadi pengembang perumahan tampaknya senang-senang saja membabat pohon untuk kelancaran pembangunan kompleks perumahannya.
Kadang saya berpikir kalau generasi saya sekarang saja sudah tidak menghargai pohon, apalagi generasi anak-anak saya. Karena itulah kami mendidik anak-anak sejak dini untuk mencintai lingkungan hidup. Salah satunya adalah dengan mengoleksi dan menanam biji-bijian.
Dalam film “An Inconvenient Truth”, disebutkan paling tidak ada 10 hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi pemanasan global. Satu di antaranya adalah dengan menanam pohon. Penelitian membuktikan bahwa sebuah pohon akan mampu menyerap 1 ton Karbon dioksida sepanjang umurnya. Nah, nggak usah jauh-jauh. Bayangkan berapa ton Karbon dioksida yang kita hasilkan dari setiap harta dan aktivitas kita. Kalau Anda mempunyai mobil, motor, kulkas, televisi bahkan bila kita hanya berlangganan listrik PLN sekalipun kita sebenarnya secara langsung dan tidak langsung sudah memproduksi Karbon dioksida. Nah, idealnya setiap keluarga seharusnya mempunyai pohon dan tanaman yang bisa menyerap Karbon dioksida yang dihasilkannya.
Pertanyaan yang sering diajukan setiap keluarga untuk berkelit dari kewajiban di atas adalah bagaimana mendapatkan bibitnya. Kalau untuk mendapatkan bibit saja sudah begitu susah dan mahal, bagaimana bisa menanam sebuah pohon.
Kita memang sudah terbiasa dengan budaya instan. Dalam kasus ini, kita mau menanam kalau memang ada bibitnya. Solusinya sebenarnya sederhana saja, yaitu dengan mengoleksi dan menanam biji. Sudah setahun ini kami sekeluarga memiliki hobi baru. Setiap kali habis memakan buah-buahan entah rambutan, mangga, klengkeng, alpukat, sirsak atau pepaya, kami tidak membuang bijinya tapi mengumpulkannya pada satu wadah tertentu.

Setelah biji terkumpul, kami akan mengeringkannya dengan jalan menjemurnya. Setelah itu kami akan memilih biji-biji yang baik saja lalu menanamnya dalam sebuah polibag yang kadang kami buat dari gelas bekas air mineral. Memang perlu penyiraman dan pemumpukan yang teratur supaya biji tersebut berkecambah. Dan benar saja dalam waktu 1-2 bulan kami sudah akan mendapatkan bibit baru sebuah pohon. Tinggal tunggu sampai setinggi 1 meter untuk bisa ditanam pada tempat yang kita inginkan. Memang perlu waktu lama untuk mendapatkan bibit, apalagi untuk panen buahnya. Tapi kami kan bukan proyek pemerintah yang harus segera dimulai dan harus segera mendapatkan hasil. Ini adalah inisiatif kami sendiri dan biarkan kami menikmati proses yang alami ini untuk mendapatkan bibit.


Paling tidak ada 3 manfaat yang bisa didapat oleh kami sekeluarga. Yang pertama, hubungan saya, istri dan anak-anak menjadi lebih baik karena sering mengerjakan proyek bersama dalam mengoleksi biji dan membuat bibit ini. Yang kedua, memberikan anak-anak pelajaran biologi tentang perkembangan tanaman dari sebuah biji sampai menjadi pohon. Dan ini yang terpenting, kami mengajari anak-anak kami bahwa langkah yang sederhana ini bisa berakibat dahsyat bagi kehidupan.
Kami bersyukur memiliki pekarangan depan rumah yang walaupun sempit tapi dipenuhi dengan aneka macam tanaman dari pohon Beringin, pohon Mangga dan tanaman berdaun lebar seperti Sri Rejeki dan Sri Rahayu juga tanaman Anggrek. Inilah taman rumah kami yang sederhana itu. Kami yakin bahwa bahwa kami tidak perlu berhutang karbon lagi pada bumi ini, karena setiap karbon yang dihasilkan oleh aktivitas dan barang-barang kami sebagian besar sudah diserap oleh tanaman dan pohon-pohonan di rumah kami.

Sekedar mimpi, seandainya setiap rumah tangga mau susah sedikit mengoleksi biji dan membuat bibit tanaman, pasti setiap rumah akan semakin hijau, udara semakin segar dan kualitas hidup kita bersama akan semakin meningkat.
Anda tertarik untuk menjadi kolektor biji dan penyedia bibit pohon ? Mari kita mulai sekarang di rumah kita masing-masing.



Dicopy dari:http://balikpapannaa.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
www.Indo-pages.blogspot.com